Yang Tercecer dari Semarak Pasar Senggol 2010

Tradisi masyarakat Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW cukup beragam. Di tlatah (wilayah kuasa kerajaan) Mataram masyarakat mengenal Grebek Maulid yg disebut Sekaten. Jika perayaan di Ngayogyakarta Hadiningrat (Jogja) diawali dengan kirab pusaka keraton dan berakhir dengan keluarnya gunungan kembar simbol kemakmuran. Hal serupa terjadi juga di Solo. Bedanya, simbolisasi di Keraton Surakarta adalah tradisi “angon kebo bule” Kyai dan Nyai Slamet. Meski kurang faham dengan makna dibalik nama pasangan kerbau itu dan peristiwa yang mengiringi, nampaknya keselamatan dan kemakmuran jua yang menjadi tujuan utama tradisi tersebut. Peristiwa sama di Desa Selang dan sekitarnya disebut Pasar Senggol. Sejak berpuluh tahun yang lalu, masyarakat di sekitar pasar tradisional desa Selang semisal Adikarso, Kalirejo, Panjer, Kebumen dan sebagainya menjadikan acara itu sebagai peristiwa budaya lokal dalam rangkaian kegiatan memperingati hari besar keagamaan Islam. Dalam peristiwa itu, muncul nama tokoh utama : Kramaleksana. Dari penuturan Yahya Mustofa, sosok Kramaleksana adalah “pahlawan” yang membuka lahan bagi sejumlah masyarakat di wilayah itu. Dia adalah prajurit Mataram yang ditugaskan bersama sejumlah pasukan lain untuk memperluas wilayah kekuasaan. Di sisi inilah beragam cerita heroik dan mistis muncul sebagai bagian tradisi masyarakat tersebut. Karena itu, model perayaannya sangat mirip dengan gaya Jogja ketimbang Solo. sumber tulisan dari http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/09/yang-tercecer-dari-semarak-pasar-senggol-2010-114086.html

wdcfawqafwef